(matanews.com) Sumur resapan dalam (artificial recharge) yang bermanfaat untuk mengurangi terjadinya tanah amblas sudah mendesak dibangun di kota-kota besar Indonesia, kata Kepala Bidang Kebutuhan Masyarakat Kementerian Riset dan Teknologi Dr Ir Teddy W Sudinda
“Di ibukota Jakarta, air tanah dalam terus dieksploitasi sehingga terjadi penurunan muka air tanah yang akhirnya menyebabkan ambles sekitar 80 Cm di kawasan Thamrin-Sudirman,” katanya di Jakarta, Rabu.
Di sela Workshop tentang “Teknologi Imbuhan Buatan untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan”, Teddy mengatakan pada 2025 jumlah penduduk di Jabotabek akan mencapai 39 juta jiwa.
Dengan demikian, ujarnya, ruang terbuka hijau semakin berubah menjadi aspal dan beton sehingga air hujan melimpah begitu saja menuju laut tanpa meresap ke tanah dan menyebabkan air tanah dalam terus menyusut.
Dalam kondisi seperti ini, ujar dia, dibutuhkan teknologi konservasi air tanah yang dipaksakan seperti teknologi biopori untuk pemukiman, sumur resapan dangkal, hingga waduk resapan untuk kawasan yang luas.
Kementerian Ristek, ujarnya, telah bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk melakukan riset mengenai teknologi sumur resapan dalam dan telah diujicobakan di areal parkir kantor BPPT Jl Thamrin.
“Kedalaman sumur yang kami buat mencapai 193 meter dengan pipa berdiameter 6 inch dengan tinggi muka air tanah 21 meter serta berkapasitas meresapkan air limpasan lebih dari dua meter kubik per jam,” katanya.
Teknologi ini berupa teknik menyimpan air permukaan (hujan) ke dalam lapisan akifer tertentu dengan cara injeksi melalui sumur dalam.
Teknologi ini, menurut dia, sangat penting mulai diterapkan di seluruh gedung tinggi di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya.
Apalagi, selain bermanfaat untuk menjaga keberadaan sumber air tanah dan mencegah intrusi air laut serta tanah ambles, juga bisa untuk mencegah banjir akibat minimnya saluran air.
Menurut Teddy, langkah awal yang perlu dilakukan adalah menentukan posisi sumur dengan melihat lapisan batuan dan kedalaman akifer yang sesuai untuk sumur resapan yakni dengan teknologi geolistrik.
“Diperlukan juga data sekunder seperti formasi geologi, penampang vertikal bor, serta peta sket keberadaan saluran pembuangan seperti talang hujan,” katanya.
Untuk membuat “artificial recharge” ini, pihaknya membutuhkan dana Rp300 juta, termasuk pengolahan airnya.
Jika setiap gedung mempunyai kapasitas injeksi sebesar dua liter per detik, maka untuk kawasan dengan area seluas 25 km2 dibutuhkan paling tidak 20-25 gedung yang dapat menerapkan sumur resapan dalam, ujarnya. (*an/ham)
Sumber Berita : http://matanews.com/2009/10/08/mendesak-kebutuhan-sumur-resapan-dalam/